Selasa, 13 Desember 2016

kunjungan part 2



berhubung udah janji buat ngelanjutin cerita kunjungan puskomnas di part 2, jadiii yaa saya harus menepati hehe apalah.. -_-

Pada kunjungan pertama kemarin, Om Hanafi ngomong tentang penting semua segmen-segmen dakwah kampus dan mengaji kita untuk tidak bersikap sekuler tehadap segmen-segmen itu. Kali ini mngkin ngelanjutin ceritanya tentang pentingnya dakwah literasi. Mengkaji informasi-informasi yang ada, bukan langsung nge broadcast berita –“. Jadi inget kata yang nulis buku “menjaga nafas gerakan” (maaf gue lupa nama penulisnya hehe) pemuda sekarang itu banyak tahu tapi sedikit paham. Kenapa? karena mereka hanya membaca informasi-informasi yang ada di internet secara garis besar dan dangkal tidak secara keseluruhan. Beda kalo baca buku, kita lebih paham secara lebih dalam, banyak rujukan-rujukan lain yang lebih bisa di pertanggungjawabkan. Ya, kurang lebih gitulah. Gue juga masih dangkal, dangkal banget malah dibanding temen2 gue yang lain. Sebenernya ini juga sih yang buat kita gampang ke hasut isu-isu yang ada, karena kita terlalu dangkal untuk memahami suatu informasi tersebut. Nyambung lagi kata om,  pentingnya kita memilah dan memilih isu agar kita dapat membedakan mana isu yang dibuat untuk mengalihkan atau isu yang harus ditangani dan gak semua isu dapat di telan mentah-mentah. 

Satu lagi oleh-oleh yang paling gue inget dari kunjungan puskomnas yakni, jangan mikirin kampus terus. Coba pikirin Indonesia. Ya, setuju banget sih sama kalimat ini, soalnya kita juga kuliah  sebagiannya dibayarin sama uang pajak. Masak sih kita mau egois Cuma mikirin diri kita sendiri, abis lulus dari kampus terus kerja, terus ngelupain Indonesia. Paling engga waktu di kampus kita sempatlah mikirin Indonesia PALING ENGGA loh yaaa… Lagian itu kan memang tugas kita sebagai generasi penerus bangsa #eaa. Terus yang paling penting lagi kata si Om kita harus tahu bagaimana Indonesia didirikan, belajar dari sejarah, dari pejuang-pejuang Indonesia. Hari ini kita harus berpikir bagaimana membangun untuk Indonesia. Mengambil peran untuk Indonesia. Jangan egois kalo berdoa, jangan lupa doain Indonesia dan ummat muslim seluruh dunia.   

Senin, 14 November 2016

kunjungan part 1



Tanggal 23 Oktober lalu Purwokerto baru saja dikunjungi oleh FSLDK Nasional. FSLDK itu apa? FSLDK adalah Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus, disini LDK-LDK yang tergabung dalam FLDK dapat bersilaturahim, sharing tentang masalah kampusnya dan bersinergi bersama membangun Indonesia yang lebih baik. Di tiap daerah ada perwakilan dari ldk di daerah tersebut untuk menjadi Puskomda (Pusat Komunikasi Daerah) sebagai perpanjangan tangan dari FSLDK Nasional atau yang biasa disebut Puskomnas. 

Jadi kemarin itu Koordinator Puskomnas (Hanafi) beserta jajarannya mengadakan kunjungan kerja ke wilayah FSLDK Purwokerto. Beliau (Hanafi) banyak banget cerita tentang FSLDK dan apa yang ada di dalamnya hehe. Banyak yang berkesan dari yang beliau sampaikan salah satunya masalah yang menjadi kegelisahan gue di kampus (halaah, gaya beud gue). Tentang sekulerisme kader. Yap, sekulerisme bukan Cuma ada di eksternal aja tapi di internal juga dan kalimat yang beliau sampaikan cukup untuk menyadarkan gue kalo sebenarnya itu ga bakal terjadi kalo kita yang di internal itu paham bahwa “TIdak ada kader ilmi, tidak ada kader dakwi, tidak ada kader siyasi. Kita semua kader dakwah yang ditugaskan di lini tersebut. Jangan hilangkan kemampuan yang lain. Harus punya semua kompetensi tersebut dan yang paling penting adalah kita harus punya kompetensi yang dapat bermanfaat untuk masyarakat.”

Nah, setelah pemahaman itu sudah ada dan diterapkan, gue bertanya-tanya sebenarnya gue sih ada dimana? -,- dari awal gue ga jelas banget di oper sana-sini wkwk. Ini mungkin salah guenya yang gak mengembangkan diri di lini-lini tersebut atau bahkan di semua lini tersebut (hayati gamau nyalahin orang, takut dosa ugha). Yaudah sebenarnya sih itu harusnya udah tutup buku masalah kayak gitu, udah tahun terakhir, tinggal focus sama yang ada sekarang, mikirin biar cepet mutasi dari sini, dan yang paling utama gimana caranya biar bisa bermanfaat buat orang lain. #SemangatLaras

Itu baru satu  poin yang berkesan. Nanti part berikutya ada lagi kok u,u

Senin, 17 Oktober 2016

Maaf kita beda...



Maaf kita beda...


       Perbedaan, yaaa... mungkin hidup terasa lebih indah dengn adanya perbedaan. Karena dengan adanya perbedaan, kita dapat saling melengkapi, dapat saling mengisi, dan dapat saling menyempurnakan. Lalu bagaimana caranya kita untuk mensinergikan segala bentuk perbedaan itu agar dapat indah dan membuat segalanya terlihat sempurna? Sebernya ini pertanyaan gue yang belom bisa gue jawab hehe. Toleransi memang seharusnya ada, tapi ada kalanya dalam satu komunitas, forum atau organisasi itu terdapat sebuah perbedaan gue kok rada kesel yaaa... bukan, bukan gue ga bisa toleransi.. tapi ada kalanya ada orang yang saklek sama pendapatnya tanpa mempertimbangkan situasi. Oke, kalo masalah prinsip. Dia bisa ga ikutan dengan pendapat kita, asal jangan memaksakan pendapat ajaa. Biar semua paham, lebih penting kalo di jelasin detail alasan perbedaan pendapat itu. Sekian wassalam. Semoga dengan adanya perbedaan dapat mendewasakan kita, khususnya gue. Makasih.

Jumat, 26 Agustus 2016

Halal-Berkah-Ridho



Halal bukan merupakan sesuatu yang didapatkan karena melihat hasilnya saja. Menurut gue, halal itu proses. Ya, proses dari hulu ke hilir dari awal pembuatan produk tersebut dibuat, bahan-bahan pendukung produk, alat-alat yang digunakan, dan bahkan cara-cara yang diterapkan dalam proses pengolahan produk tersebut. Jadi dapat dikatakan halal itu proses yang panjang, yang bukan hanya melihat titik akhir ataupun produk jadi saja. Halal merupakan sebuah tahapan proses yang didalamnya terlibat banyak hal. 

Halal mendekati berkah. Dapat dikatakan halal merupakan suatu usaha untuk mencapai berkah. Uang yang didapat dari seorang suami kemudian dibelikan makanan olehnya dan diolah dengan proses  yang halal oleh istrinya insya Allah rezekinya berkah (Ups kenapa jadi ngomongin suami istri?). Sebenarnya proses berkah bukan hanya melibatkan halal, tetapi juga niat. Nah, balik lagi kan ke bab niat. Niat merupakan inti dari semua amalan yang dilakukan. Niat menentukan nilai produk yang dihasilkan dari suatu amalan. Oke, jadi merembet kemana-mana. Intinya niat ataupun tujuan harus menggambarkan berapa nilai produk yang akan kita hasilkan.

Lalu jika halal mendekati berkah apa lagi? Berkah itu sesuatu yang ketje looh sob menurut gue. Apapun dan berapapun yang kita dapatkan asalkan berkah insyaAllah terasa nikmat. Gue inget banget kata guru gue zaman SMP. Kalian itu cepet lupa pelajaran-pelajaran yang lalu karena ilmu kalian ga berkah (Nah loh?!) ga berkah mungkin karena kalian tidak menghargai guru, orangtua, atau siapapun yang memberikan ilmu. Hmmmm, selalu inget bangeet gue kata-kata ini.
 
Jika sudah berkah, bagaimana? Berkah mendekati ridho. Ya, keridhoan Allah. Sebenarnya apa sih yang kita cari dalam hidup selain keridhoan Allah? #NotetoMySelf yaaaa. Karena kalo Allah udah ridho, mana tega sih Allah ninggalin kita jauh-jauh, sehingga kalo kita jauh sedikit Allah masih mau menegur kita dan kita ga akan dibiarkanNya sendiri. Semoga…semoga… Allah tetap ridho akan semua langkah-langkah yang telah kita perbuat dan tetap menjaga kita dalam DienNya Amiiiin. 

Maaf sedikit random hahaha

Jumat, 12 Agustus 2016

Wanita Pilihan



Emang ya, kalo bicara tentang wanita ga ada abisnya -,-.  Ya abis gimana? wanita itu kan makhluk istimewa yang emang terlalu banyak dan rumit urusannya (menurut gue). Tapi ga semua wanita itu rumit kok, ya contohnya gue u,u. 

Berbicara wanita pilihan yang maaf ini bukan tentang shahabiyah (karena ilmu gue belum mumpuni soal kayak gini). Wanita pilihan disini adalah wanita pilihan yang dipilih oleh laki-laki untuk menjadi teman hidup. Ya, pernah ga sih terpikir oleh kalian (untuk wanita ya) sebenernya apa sih yang membuat laki-laki itu memilih kita? Dan pernah ga sih terpikir oleh kalian, mungkin ga sih kita ga beruntung untuk dipilih? Kalo gue jujur iya, kadang gue mikir siapa coba yang mau milih gue atau suka sama gue dengan kelakuan gue yang kayak gini (yaaaaa, jarang ada yang menganggap gue wanita tulen). Tapi kata mba-mba dan temen-temen gue “sejelek-jeleknya cewe ya Ras, pasti ada yang merhatiin dia atau suka sama dia kok, soalnya banyak kasus kayak gitu.” Seketika gue berpikir apakah iya? Ya, gatau sih, soalnya gue belum merasakannya secara langsung, mungkin gue akan percaya jika gue merasakannya langsung. 

Gue gatau di sudut pandang laki-laki seperti apa, yang jelas gue ga ngerti alasan mereka memilih dan mempercayakan hidupnya dan hidup anak-anaknya pada salah satu wanita itu dasarnya apa? Gue mau ambil contoh salah satu tokoh yang berpendidikan tinggi dengan kekerenan maksimal karena udah pinter, ganteng pulak yang menikahi salah satu artis ibu kota yang (gue kurang paham sih) lulus S1 aja belum. Tapi ini menarik, karena kita bisa melihat seseorang yang gelarnya udah sekelas doctor aja bisa menikahi wanita yang belum memiliki gelar, gue gak bermaksud mempermasalahkan tingkat pendidikan atau gelar ya. Coba kita lihat lebih jeli lagi, sebenernya apa sih sisi lain yang dimiliki wanita itu sehingga dapat menyamakan pola pikir dengan pria yang memiliki tingkat pendidikan lebih diatasnya? Kebayang ga sih? Pria itu bisa menyerahkan hidupnya dan hidup anak-anaknya pada wanita itu? Secara yang menyamakan pola pikir itu sulit. Harus ada yang sabar. Harus ada yang mengalah.

Apa karena cantik aja? Gue rasa cantik aja ga cukup buat meyakinkan pria untuk bisa meyerahkan hidupnya dan hidup anak-anaknya pada wanita karena hanya alasan cantik aja. Jika memang ya, karena hal fisik alasannya? apakah itu dapat bertahan lama? Kok gue melihat wanita cantik yang dipersunting pengusaha-pengusaha kaya (dengan wajah maaf kayak Om-om bahkan kakek-kakek) terlihat seperti pajangan di dalam rumah. Seperti tidak punya otoritas di dalam rumah, gak sehat aja diskusi di rumah, mungkin suaminya lebih banyak diskusi dengan orang lain di luar rumah sehingga istri hanya sebagai (maaf) pelampiasan saja. Entahlah, ini seburuk-buruknya pikiran gue. 

Mari kita menyikapi masalah ini secara bijak. Mungkin kita dapat melihat ini dari keluarga si wanita yang telah menyiapkan pola asuh secara baik. Kenapa gue bilang baik?  Karena dengan pola asuh yang baik, wanita itu dapat menjadi bijak dengan pola pikir yang sehat, open minded, serta dapat menyikapi masalah dengan bijak. Dengan matangnya pola pikir tersebut, yang mungkin membuat pria dengan latar pendidikan lebih tinggi nyaman berdiskusi atau bahkan mempercayainya untuk dipilih menjadi istri.

Jadi reminder diri juga sih sebenernya, apakah pola pikir gue udah matang dan dapat menyeimbangi pola pikir pria di luar sana? Ya, mungkin gue harus banyak belajar. Belajar mendewasakan pola pikir. :)